Senin, 19 Desember 2016

Landasan Hukum Mudarabah

Seluruh Imam mazhab sepakat menyatakan bahwa hukum mudarabah adalah diperbolehkan dengan dasar dalil al-Qur'an, Hadis, ijma’ dan qiyas.

1. Dasar Al-Qur'an 
“...dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT...” (al-Muzzammil : 20).

“Apabila telah ditunaikan shalat, Makabertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah SWT...” (al-Jumu’ah :10).

“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rizki hasil perniagaan) dari Tuhanmu...” (al-Baqarah : 198).

Ketiga ayat di atas pada intinya sama-sama menganjurkan dan mendorong kaum Muslim untuk melakukan upaya perjalanan usaha.

2. Dasar Hadits

Dari Shalih bin Shuhaib r.a, bahwa Rasulullah SAW. bersabda : “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan : jual beli secara tangguh, muqaradah (mudarabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual”. (HR. Ibnu Majah).

Hadis di atas menyebutkan bahwa mudarabahadalah salah satu dari tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthallib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudarabah, ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, maka yang bersangkutan harus bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah SAW. dan Rasulullah pun memperbolehkannya (HR Thabrani)

Hadis tersebut di atas berisi adanya syarat-syarat yang ditetapkan oleh sahib al-mal kepada mudaribdan diperbolehkan oleh Rasulullah SAW. Oleh karena itu, hadis| tersebut lebih dikhususkan sebagai dalil dari pada jenis mudarabah muqayyadah.
Mudharabah

3. Dasar Ijma' 

Mudarabah adalah akad yang dikenal oleh umat Islam sejak zaman Nabi, bahkan telah dipraktikkan oleh bangsa Arab sebelum turunnya Islam. Selain itu, umat manusia juga terus mempraktikkan mudarabah hingga saat ini tanpa ada yang mengingkarinya. Ketika Nabi Muhammad SAW. berprofesi sebagai pedagang (ketika belum diangkat menjadi Rasul), ia melakukan mudarabah dengan Khadijah. Khadijah berperan sebagai pemilik modal (sahib al-mal) sedangkan Nabi Muhammad berperan sebagai pelaksana usaha (mudarib). Nabi Muhammad pergi berdagang ke Syam dengan membawa modal tersebutuntuk diperdagangkan. Begitu pula, mudarabah banyak dilakukan oleh sahabat Nabidan tidak ada yang menentangnya.

Dengan dasar bahwa mudarabahsudah dikenal sejak sebelum masa Nabi hingga sekarang dan ditetapkan oleh Islam, serta banyaknya manfaat yang bisa diambil, para ulama secara mufakat menyatakan bahwa mudarabahdiperbolehkan dalam Islam.

4. Dasar Qiyas 
Mudarabah dianalogikan dengan praktik musaqahdengan illat keduanya sama-sama dibutuhkan oleh manusia. Hal tersebut karena manusia ditakdirkan ada yang kaya dan ada yang miskin. Adakalanya manusia memiliki harta namun tidak memiliki kemampuan untuk mengelolanya, dan di sisi lain ada manusia yang tidak memiliki harta namun memiliki keahlian mengelola harta. Oleh karena itu, disyari’atkannya  mudarabahadalah untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Dengan demikian, maka praktik mudarabah ditinjau dari segi hukum Islam hukumnya adalah jaiz atau mubah berdasarkan dalil dari al-Qur'an, Hadis, ijma' dan juga qiyas.

Sebagaimana disampaikan di atas, bahwa ulama membagi mudarabah menjadi dua, yakni mudarabah  mutlaqahdan mudarabah  muqayyadah. Ulama empat mazhab sepakat menyatakan bahwa mudarabah mutlaqahhukumnya adalah diperbolehkan. Sedangkan status hukum mudarabah  muqayyadahmasih terdapat perbedaan pendapat di antara Imam mazhab.  Mudarabah  muqayyadahtidak diperbolehkan menurut mazhab Maliki dan Syafi’i, serta diperbolehkan menurut mazhab Hanafi dan Hanbali.


Persyaratan yang diberikan oleh sahib al-malkepada mudarib menurut mazhab Maliki dan Syafi’i dianggap dapat menyebabkan melencengnya tujuan mudarabah, yakni memperoleh keuntungan. Oleh karena itu, kedua mazhab tersebut mensyaratkan mudarabahharus secara mutlak. Sedangkan menurut mazhab Hanafidan Hanbali, persyaratan dianggap tidak akan menghilangkan keuntungan sebagai tujuan dari mudarabah. Oleh  karenanya, mudarabahsecara muqayyaddiperbolehkan. Mereka berdua mengatakan :

“Sesungguhnya sebagaimana mudarabah menjadi sah dengan mutlak, maka sah pula dengan muqayyad (terikat).”

Dalam mudarabah muqayyadah,pelaksana usaha tidak boleh melanggar syarat-syarat yang telah ditentukan oleh pemilik modal. Jika ketentuan tersebut dilanggar, maka ia wajib bertanggung jawab dan menjaminnya.